Tuesday, May 20, 2008

Energi Nuklir Andalan Prancis

Prancis adalah salah satu negara maju dan pilar utama Eropa karena kekuatan ekonomi, peran politik, dan kemajuan teknologinya. Dalam sejarah, Prancis melahirkan beberapa pahlawan perang yang tersohor di seluruh dunia. Sebut saja Jean d'Arc, Napoleon Bonaparte, dan Jenderal Charles de Gaulle.

Prancis juga memiliki ilmuwan-ilmuwan berkaliber dunia, misalnya, Montesquie dengan teori "Trias Politica"-nya yang telah mengilhami berkembangnya berbagai teori ketatanegaraan dalam mengelola negara. Ada pula karya arsitek yang sangat brilian dan termasyhur pada saat itu, seperti menara Eiffel yang menjadi salah satu lambang dan kebanggaan Kota Paris.Demikian pula karya-karya teknologi yang mengagumkan seperti pesawat tempur Mirage, kereta api tercepat didunia, pesawat komersial penumpang Concorde, dan saat ini Airbus A380 dengan jumlah penumpang terbanyak dan ukuran terbesar di dunia.

Prancis juga melahirkan pemain sepakbola kaliber dunia, seperti, Platini dan Zinedine Zidane, yang di- kagumi sepanjang masa. Demikian pula pusat-pusat hiburan bergengsi dan bertaraf internasional bertaburan di Prancis. Last but not least, Kota Paris sebagai salah satu pusat mode bergengsi selalu menjadi acuan para elite dan selebritis kaliber dunia dalam memilih pakaian dan asesorisnya.

Di balik berbagai kepopuleran negara dan bangsa Prancis yang disebut di atas, masyarakat dunia belum mengetahui bahwa energi nuklir dan perkembangan teknologi nuklir di Prancis memegang peranan yang sangat strategis dalam memasok energi nasional dan mendukung pertumbuhan industri dan ekonomi negara itu. Bahkan pembangunan PLTN di berbagai negara mengandalkan teknologi nuklir buatan Prancis.

Sumber Daya Terbatas

Sesudah Perang Dunia II, pertumbuhan industri di Prancis mengalami kemajuan pesat. Konsekuensinya, negara itu membutuhkan energi yang cukup besar. Dalam kenyataan Prancis memiliki sumber daya fosil berupa minyak dan batu bara yang sangat terbatas. Oleh karena itu untuk mempertahankan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi maka impor energi menjadi pilihan utama.

Dari tahun ke tahun impor energi ini makin bertambah sejalan dengan pertumbuhan industri dan ekonomi Prancis. Namun, di sisi lain pertambahan volume impor energi di- barengi juga dengan peningkatan harga. Keadaan ini menyadarkan Pemerintah Prancis bahwa ketergantungan energi dari luar mengandung risiko yang berbahaya bagi pertumbuhan industri dan ekonominya.

Menyadari akan hal itu, Pemerintah Prancis mengambil langkah-langkah untuk mengatasi ketergantungan, dengan berbagai upaya, antara lain, penghematan energi, perbaikan efisiensi, serta mengintensifkan penelitian dan pengembangan energi terbarukan, termasuk program energi nuklir. Khusus program energi nuklir, penelitian dan pengembangan yang intensif untuk memproduksi listrik dalam jumlah banyak dimulai pada 1950-an dan 1960-an oleh CEA (Commissariat For Energy Atomic).

Setelah melalui penelitian, kajian dan percobaan, maka dibangun PLTN pertama dengan nama G2 (Marcoule) dengan kapasitas net 38 MWe, tipe reaktor GCR (Gas Cooled Reactor) dan beroperasi mulai 22 April 1959. Sampai dengan 1973, PLTN di Prancis dibangun sebanyak 10 unit dengan kapasitas terpasang 2.996 MWe dan memasok sekitar 2 persen kebutuhan energi nasional.

Krisis energi minyak yang terjadi pada 1973 menyadarkan Pemerintah Prancis bahwa ternyata pihak asing/OPEC mempunyai kekuasaan untuk menentukan distribusi minyak, padahal minyak merupakan komoditas impor yang memasok kebutuhan energi Prancis sebesar 76 persen pada waktu itu dan tidak ada alternatif sumber daya lain yang harganya lebih murah dengan stok memadai.

Oleh karena itu, satu kebijakan harus dilakukan dengan cepat dan akurat. Opsi Energi Nuklir merupakan pilihan utama, sehingga pembangunan PLTN yang didukung teknologi nuklir yang makin maju dan efisien harus dipacu. Opsi dan pengembangan. energi nuklir ini diterima masyarakat Prancis dan kemudian berkembang pesat karena juga didukung budaya khas karakter orang Prancis.

Pertama, Prancis mempunyai tradisi yang berumur ratusan tahun berkaitan dengan ilmuwan nuklirnya yang meletakkan dasar-dasar ilmu dan teknologi nuklir mulai dari Becquerel, Keluarga Curie, Jean Perrin, dan lainnya, di mana nama dan prestasi mereka tetap terpatri di hati orang- orang Prancis.

Kedua, pengamatan yang tajam terhadap teknologi tinggi, dengan prestasi tekno logi yang dikenal luas masyarakat dunia, seperti, pesawat tempur Mirage, pesawat penumpang supersonic Concorde, kereta api TGV yang tercepat di dunia, pembangkit listrik yang memanfaatkan air pasang, Satelit Ariane, pesawat penumpang A380, dan lain-lain.

Ketiga, tingkat sensitivitas yang tinggi terhadap masalah yang berhubungan dengan kemerdekaan nasional. Krisis minyak 1973 telah menyinggung rasa kebangsaan rakyat Prancis untuk segera berbuat sesuatu demi mempertahankan dan mengisi kemerdekaan mereka. PLTN muncul karena kadar kebangsaan yang tinggi dari rakyat Prancis.

PLTN Pertama

Ciri khas karakter orang Prancis tersebut telah mem- berikan ruang yang luas bagi berkembangnya pembangunan PLTN melalui berbagai penelitian dan kajian, sehingga menjadikan teknologi energi nuklir Prancis makin maju, berkualitas, serta unggul dibandingkan dengan negara-negara lain.

Setelah beroperasinya PLTN pertama pada 1959 dengan tipe GCR maka kemudian dibangun tipe PWR (Pressurized Water Reactor) yang beroperasi pada 1967 yang bernama Chooz-A, Ternyata tipe GCR memiliki beberapa ke- lemahan dibandingkan dengan tipe PWR di mana dari aspek ekonomi tipe PWR merupakan teknologi termurah pada saat itu dan mungkin juga saat ini.

Pada awalnya, pembangunan PLTN tipe PWR ini diadopsi dari Westinghouse, Amerika Serikat, melalui lisensi, namun sejak 1981 lisensi diperbarui dengan memberikan otonomi yang lebih besar kepada Prancis. Sejak saat itu Prancis mampu mengembangkan standar reaktornya sendiri tanpa bergantung pada pihak lain. Sesuai data PRIS (Power Reactor Information System) 18 April 2008, saat ini Prancis memiliki 59 unit PLTN dengan produksi energi 418.600 GWh(e) yang memasok sekitar 80 persen kebutuhan energi nasional.

Pada saat ini, Prancis melalui perusahaan Areva telah mendesain reaktor baru generasi ketiga plus bernama European Power Reactor (EPR) yang memiliki keunggulan dari generasi sebelumnya. Reaktor tipe EPR saat ini dibangun di Finlandia dan di Prancis sendiri dengan kapasitas masing-masing 1.630 MW.

Belajar dari Prancis, timbul pertanyaan, mengapa Indonesia dengan wawasan kebangsaan yang telah digoreskan dalam Pancasila serta menjadi dasar dan acuan konsep pembangunan, kadar nasionalismenya dalam menjawab tantangan krisis energi saat ini tidak seberani Prancis? Tantangan bagi para petinggi negara untuk menjawab pertanyaan ini.

Penulis adalah anggota HIMNI (Himpunan Masyarakat Nuklir Indonesia).

No comments:

Post a Comment