Wednesday, April 1, 2009

LEGISLATOR DAN BADUT POLITIK

Mulai tgl. 16 Maret dimulai kampanye terbuka selama 21 hari untuk Pemilu anggota Legislatif di-berbagai tingkat dan Anggota DPD. Para Caleg pasti akan berkompetisi secara habis2an untuk mendapat dukungan para pemilih agar meraih suara terbanyak sebagai syarat utama supaya terpilih sebagai Legislator. Berbagai persiapan telah dan sedang dilakukan para Caleg mulai dari atribut kampanye, dana, tim sukses, materi kampanye, dll. Malahan sejak akhir tahun lalu kampanye telah dimuali dengan memperkenalkan diri kepada masyarakat melalui Baliho, Spanduk, Iklan dengan berbagai tema bahkan ada yang memperalat Tuhan untuk menunjukan ybs adalh orang beriman sehingga diharapkan meraih simpati para pemilih.

Namun dari berbagi komentar masyarakat, banyak yang pesimis bahwa para Caleg tsb mampu dan berani membuat terobosan2 baru untuk membela dan memperjuangkan kepentingan rakyat dibandingkan para Legislator saat ini yang citranya rusak karena berbagai skandal korupsi, dan moral yang telah, sedang dan akan terungkap nanti. Penilaian masyarakat tsb dapat dipahami karena ada kesan kuat rekrutmen para Caleg pada umumnya tidak memenuhi seleksi dan standard yang obektif baik yang diatur dalam Ketentuan intern Partai maupun Per-Undang2an. Rekrutmen para Caleg sangat terkesan saratnya money politics dan nepotisme.

Kenyataan ini mengundang pertanyaan “Apakah orang yang menjadi Caleg karena money politics dan nepotisme memiliki Kompetensi untuk menjadi Legislator.”

Kompetensi seseorang menjadi Caleg antara lain diatur dalam Undang2 No.10 thn. 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD pasal 50 ayat 1 tentang syarat2 seseorang menajadi Caleg DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, dimana ada 16 persyaratan. Persyaratan itu meliputi domisili, kesehatan, rangkap jabatan, pendidikan, kecakapan, kesetiaan, dan syarat2 tehnis lainnya.

Dari 16 persyaratan tsb, maka ada beberapa syarat yang menuntut para Caleg tsb harus memiliki Kompetensi, seperti :

1. Cakap berbicara, membaca dan menulis dalam bahasa Indonesia(pasal 50 ayat 1d). Khusus persyaratan cakap berbicara, tentu bukan asal bicara, asal bunyi(ASBUN). Persyaratan cakap brbicara diartikan sebagai kemampuan Caleg untuk menyampaikan pendapat yang berbobot dan sistimatis, menyanggah atau mendukung pendapat orang/Fraksi lain dan Pemerintah dengan argumentasi yang kuat disertai dengan fakta dan data, serta mampu menyusun kata2 yang di ucapkan dalam suatu kalimat yang memiliki nilai etis, santun dan diplomatis dan di-saat2 tertentu bisa berbicara tegas, keras, lugas dan berani yang orientasinya untuk kepentingan rakyat. Cakap Berbicara dari Caleg dalam konteks tsb diatas hanya akan terwujud bila ybs memiliki dasar pengetahuan yang memadai(tidak cukup SMA atau hanya setingkat) melalui jenjang pendidikan formal dan bukan memiliki gelar karena dibeli(seperti yang menjamur saat ini) dan atau pengalaman berorganisasi yang cukup dari segi waktu dan prestasi.

2. Setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang2 Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita2 Proklamasi 17 Agustus 1945(pasal 50 ayat 1g). Jika dibaca sepintas lalu, persyaratan ini bisa dianggap sepele, tetapi sebenarnya inilah pensyaratan Kompetensi yang paling berat yang harus dimiliki seorang Caleg. Persyaratan ini bukan hanya mensyararatkan Caleg membaca dan menghafalnya, tetapi istimewa menghayati, memahami secara mendasar, mampu menjabarkan dalam berbagai wacana pemikiran dan istimewa mewujudkannya dalam praktek hidup se-hari2. Mungkin ada Caleg (apalagi pendatang baru) yang tidak hafal urutan Pancasila, tidak pernah baca Undang2 Dasar 1945 dan teks Proklamasi. Itu berarti di-rumahnya tidak ada literatur Pancasila, UUD Negara RI thn 1945 dan Teks Proklamasi. Mana mungkin seorang Legislator setia pada Pancasila, UUD 1945 dan Ciata2 Proklamsi 17 Agustus 1945 kalau ybs tidak tahu isinya, apalagi menghayati dan memahaminya secara baik dan benar. Sebagaimana diketahui tugas Legislatif adalah menyusun Undang2(DPR) dan Perda(DPRD), menyusun Anggaran dan melakukan Pengawasan. Semua tugas tsb harus bersumber dan merupakan penjabaran dari UUD Negara RI thn 1945(Pancasila sudah termasuk didalamnya pada Pembukaan Alinea ke-4) dalam rangka mewujudkan cita2 Proklamsi 17 Agustus 1945. Bisa dibayangkan apabila dalam pembahasan dan perdebatan di-Sidang Dewan menyangkut tugas legislasi tsb seorang Legislator tidak menghayati dan menguasai tentang Pancasila, UUD 1945 dan Proklamasi yang menjadi acuan dan pedoman dasar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara termasuk dalam ber-legislatif. Pasti hanya ada 2 pilihan sikap dari legislator model tsb diatas. Sikap pertama adalah diam dan setuju(ikut arus) sambil tepuk tangan atau tunjung pande dengan pidato yang ngawur tanpa arah dan akhir. Belum lagi dalam dia memenuhi tuntutan dan panggilan masyarakat untuk menyampaikan pendapat dan gagasan berbagai hal dalam posisinya sebagai Anggota Yang Terhormat, Wakil Rakyat, setiap saat harus siap dan bersedia. Mana mungkin Legislator yang tidak memenuhi syarat pasal 50 ayat 1g diatas mampu dan berani memenuhi tugas panggilan tsb diluar Dewan. Tanpa membanggakan diri apalagi arogan, Penulis sewaktu menjadi Legislator Teks Pancasila dan Proklamasi, Pembukaan UUD 1945 dengan pasal2 yang menyangkut Eksekuitf, Legislatif dan Yudikatif hafal diluar kepala. Semoga contoh ini juga dapat di-ikuti oleh para Caleg yang saat ini sedang bertarung untuk menggapai kursi Anggota Yang Terhormat.

3. Menjadi Anggota Partai Politik Peserta Pemilu(pasal 50 ayat 1n). Persyaratan ini mengharuskan seorang Caleg mewakili dan diutus oleh Partai politik yng sah menurut ketentuan yang berlaku. Disisi lain persyaratan ini menuntut seorang Legislator harus benar2 menjadi politisi yang handal artinya memahami secara utuh akan Tujuan dan Fungsi serta Hak dan Kewajiban Partai Politik sebagaimana diatur dalam pasal 10,11, dan 12 Undang2 No. 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik. Adalah sangat ironis dan memprihatinkan bila seorang politisi anggota partai politik belum pernah membaca Undang2 No.2 Tahun 2008 ttg Partai Politik.

Dalam kenyataan terkesan kuat banyak Caleg yang belum mengetahui apalagi memahami akan Tujuan, Fungsi serta Hak dan Kewajiban Partai Politik. Sehingga yang terjadi Partai Politik hanya dijadikan sarana/alat untuk mencapai ambisi pribadi seperti menjadi Caleg tanpa berperan untuk membesarkan Partai menjadi alat perjuangan untuk membangun Bangsa dan Negara. Banyak contoh membuktikan adanya orang2 yang setiap Pemilu pindah Partai hanya untuk menjadi Caleg dengan nomor urut memadai yang pencapaian nomor urutnya mungkin dengan berbagai cara halal dan haram yang kemudian kelabakan setelah ada keputusan Mahkamah Konstitusi yang menetapkan seorang Caleg terpilih dengan suara terbanyak.

Dalam kenyataan banyak kader partai yang setia dan telah berjuang keras membesarkan partai tersisih dalam proses pencalegan karena cara2 tsb serta maraknya money politics dan kuatnya nepotisme yang bersumber dari struktur kekuasaan partai maupun kekuasaan Pemerintahan.
Kompetensi seorang Caleg sebagaimana diutarakan diatas akan diujicoba mereka dalam kampanye saat ini melalui penawaran program dan disisi lain mereka akan diuji oleh masyarakat pemilih apakah Caleg ybs memiliki kompetensi tsb dan layak untuk mewakili mereka sebagai seorang Legislator.

Apabila ada Caleg yang tidak memiliki kompetensi tsb kemudian terpilih menjadi Legislator, maka pasti ybs akan menjadi BADUT POLITIK dalam panggung politik di-Lembaga Politik yang bergengsi bernama Dewan Perwakilan Rakyat(Pusat dan Daerah). Kehadiran Badut Politik tsb dalam lembaga bergengsi dan terhomat itu pasti akan merusak citra dan wibawa Dewan. Karena penampilan(ocehan)nya pasti menertawakan masyarakat, bukan karena lucu sehingga tertawa tetapi karena memalukan. Demikian pula prilakunya bisa menggelikan, mengundang dan umpatan masyarakat karena tidak santun, beretika dan bermoral.

Agar para Badut Politik tsb tidak menggapai kursi dalam Dewan, maka adalah tugas para pemilih untuk menilai secara cermat dan akurat para Caleg tsb dalam kegiatan kampanyenya baik program yang ditawarkan, kemahiran berbicara(ini penting karena tugas utama Legislator), pendidikan dan pengalamannya. Disamping itu track-record ybs apakah tidak tersangkut pidana(korupsi, dll), kasus moral(PIL dan WIL), kasus HAM yang berat, pemabuk(karena doyan minuman keras), dll. Sangat ideal memang apabila para pemilih memiliki informasi yang lengkap mengenai Caleg atas hal2 tsb diatas. Masalahnya dewasa ini terkesan masyarakat tidak antusias lagi dengan Pemilu dan tidak peduli siapa calonnya karena semua Pemilu yang berlangsung sejak Republik ini merdeka sampai saat sekarang ini tidak membawa perubahan yang sangat berarti dalam mengentaskan kemiskinan, penegakan keadilan dan hukum, pemerataan pendapatan dan pembangunan, pembangunan dan penegakan demokrasi yang bebas dari kecurangan.

Dilema ini menjadi tantangan bagi kita semua untuk berperan serta secara proaktif dan kritis untuk memberi andil dalam membangun suatu demokrasi yang sehat, dinamis, bermutu, tansparan dan berbudaya dari Pemilu ke- Pemilu tanpa putus asa.

Tulisan ini kiranya berguna bagi para Caleg yang terpilih nanti sebagi masukan untuk mawas diri, memperbaiki dan melengkapi diri secara maksimal dan kontinyu agar tidak masuk kategori sebagai Badut Politik.

Penulis mantan Legislator 1971-1999.

No comments:

Post a Comment