Thursday, September 10, 2009

Bukit Kasih, Pacuan Kuda dan Keprihatinan

PADA 2001, Alm. Gubernur Sondakh mencanangkan pembangunan Bukit Kasih yang berlokasi di Kanonang, Minahasa. Rencana ini mendapat dukungan dari berbagai pihak mulai dari tokoh/pemimpin agama, kaum intelektual, para politisi maupun masyarakat luas, walaupun ada juga suara-suara sumbang yang arusnya lemah dan kecil sehingga tidak diperhitungkan.

Dengan label KASIH, maka Bukit Kasih tersebut diharapkan menjadi simbol dan sumber inspirasi dalam membangun dan memantapkan secara dinamis dan kreatif kehidupan kerukunan umat beragama di Sulawesi Utara yang kemudian terefleksi pada pikiran, ucapan dan tindakan dari tiap warga Sulut apapun agama, jabatan dan pekerjaannya.
Pada saat peresmian Bukit Kasih 2002, tak tanggung-tanggung dihadiri oleh Mendagri Harry Sabarno (pada waktu itu). Tampak hadir para tokoh/pemimpin dari berbagai agama dengan perangkat pakaian kekudusannya, para politisi dan anggota legislatif dengan menempati tempat khusus dengan penampilan terhormat penuh wibawa, para kaum intelektual dengan berbagai gelar yang tersebar di berbagai tempat dengan mimik penuh tanya dan ingin tahu terhadap sesuatu yang jadi cirinya, kalangan pers yang sibuk kesana-kemari mencari berita dari para nara sumber serta berbagai lapisan masyarakat dari segala penjuru Sulut.

Pada acara pembukaan tersebut juga ditampilkan berbagai atraksi kebudayaan dengan kostum kebesarannya. Selama acara berlangsung, pidato dan komentar dari berbagai pihak yang berisi pujian kepada Alm. Gubernur Sondakh atas ide terobosan yang cemerlang dengan mewujudkan Bukit Kasih berkumandang. Bahkan doa keselamatan dan kesuksesan dari berbagai kelompok agama dikumandangkan dan dipersembahkan kepada Alm. Gubernur Sondakh. Mungkin pujian dari berbagai pihak yang dipersembahkan pada Alm. Gubernur Sondakh pada waktu itu melebihi pujian dari keberhasilan Nabi Suleman mendirikan Bait Allah.

Saat Alm. Gubernur Sondakh masih berkuasa, Bukit Kasih begitu ramai, menjadi tempat ibadah berbagai agama dari berbagai pelosok bukan saja dari Sulut tapi juga luar Sulut. Juga menjadi lokasi wisata domestik dari manca daerah dan mungkin juga mancanegara walaupun bersifat se-saat/non-rutin, tempat seminar dan diskusi berbagai pihak dengan berbagai topik. Bahkan berkembang gosip di lokasi itu juga menjadi tempat bertapa dari orang-orang tertentu untuk mendapat petunjuk dari opo leluhur mereka melalui bisikan suara atau mimpi bagaimana menjadi kaya, menjadi pejabat eksekutif, legislatif dan berkah hidup lainnya.

Namun setelah Alm. Sondakh mengakhiri jabatannya sebagai Gubernur Sulut pada 2005 karena kalah dalam Pilkada dan kemudian dipanggil Sang Pencipta menghadap hadiratNya yang kudus, terasa dan terkesan, fakta berbicara Bukit Kasih saat ini hilang dari pemberitaan, sepi dari kegiatan, sunyi dari kunjungan (apalagi dari pejabat), lupa dari perhatian dan terkubur dalam kenangan.

Timbul pertanyaan mendasar: Mengapa terjadi demikian? Apakah Alm. Gubernur Sondakh salah perhitungan atau perencanaannya kurang matang? Jawabannya tidak mungkin karena proyek ini telah dikaji oleh berbagai ahli baik yang ada di kantor Gubernur maupun dari perguruan tinggi yang ada di Sulut. Jadi apakah dukungan dan komitmen yang diberikan oleh para tokoh/pemimpin agama, kaum intelektual dan para politisi atas kehadiran proyek Bukit Kasih bukan karena memahami dan menghayati nilai strategisnya bagi rakyat Sulut ke depan, tetapi hanya karena faktor emosional atau lebih parah lagi hanya karena kepentingan-kepentingan sesaat yang bersifat fasilitas maupun untuk kenyamanan, keselamatan dan keuntungan politik dari kelompok tersebut di atas.

Kalau hal-hal tersebut yang menjadi latar-belakangnya, maka dapatkah dikatakan dukungan dan komitmen yang diberikan berbagai kelompok tersebut atas proyek Bukit kasih penuh kemunafikan. Kalau sinyalemen ini benar, maka itu berarti sangat kontradikrif dengan keadaan masyarakat Sulut yang agamais dan kehidupan penuh ibadah. Tapi itulah kenyataannya.

Apakah dengan kenyataan Bukit Kasih yang sunyi, sepi, dan redup dapat dikatakan telah terjadi pengingkaran iman, pelacuran intelektual dan pengkhianatan politik atas ide cemerlang dari Alm. Gubernur Sondakh dari kelompok-kelompok tersebut yang semula begitu antusias memberikan dukungan yang transparan, lantang dan menjanjikan.

Paling memprihatinkan kader-kader politik binaan Alm. Sondakh yang saat ini berkuasa di beberapa daerah di Sulut baik eksekutif maupun legislatif terkesan kuat bersikap tidak peduli lagi, mereka bersikap seperti kata orang Jakarte: emangnya gue pikirin. Bila Alm. Sondakh bangkit dari kuburnya dan menyaksikan perilaku para pendukung Bukit Kasih yang penuh kemunafikan dan pengkhianatan, tentu betapa kecewanya dia.

Akhir-akhir ini sedang ramai dibicarakan orang tentang proyek Pacuan Kuda dari Walikota Manado Jimmy Imba Rogi (JIR) berlokasi di wilayah Mapanget. Tidak tanggung-tanggung demi untuk meloloskan proyek tersebut, lokasi Plasma Nuftah pembibitan kelapa yang telah dikelola puluhan tahun dengan segala kontribusinya dan memiliki nilai strategis bagi bangsa dan dunia saat ini dan jangka panjang ke depan dikorbankan. Akibatnya timbul reaksi dari berbagai pihak mulai dari dunia akademik/rektor Unsrat, pejabat Departemen Pertanian, anggota DPD dan pihak-pihak lain. Di sisi lain banyak juga yang mendukung proyek tersebut dengan berbagai alasan seperti membuka kesempatan kerja, kepentingan pariwisata dan sebagainya. Walaupun disadari orang-orang yang memiliki kuda pacu di Sulut hanya terbatas pada segelintir orang yang terdiri dari para pejabat.

Dibandingkan dengan proyek Bukit Kasih, maka proyek Pacuan Kuda penuh kerawanan. Bagi Walikota Manado. Sebagai Walikota yang memiliki kekuasaan apalagi didukung dengan posisi Ketua Umum parpol terbesar di Sulut, tidak sulit bagi JIR untuk merealisasinya. Sebagai politisi handal, tentu mampu merekayasa dukungan dari berbagai pihak baik dengan cara-cara santun maupun di luar kesantunan.

Namun dukungan politik belum cukup untuk menjadi jaminan berhasilnya proyek Pacuan Kuda tersebut. Ada hal-hal mendasar yang harus diperhatikan yaitu:

1.Proyek ini meninggalkan kekesalan (ekstrimnya bisa dikatakan dendam) bagi kaum akademisi murni di daerah dan di Pusat karena dikorbankannya area Plasma Nuftah yang menjadi tempat pengabdian dan kebanggan para peneliti berpuluh tahun dan potensi ini ke depan akan membesar karena rasa solidaritas yang tinggi antar sesama akademisi.

2.Untuk mengejar penyelesaian pembangunan proyek ini terkait dengan program “Manado Kota Wisata Dunia 2010” tentu akan terjadi negosiasi penganggaran baik di daerah dan di Pusat yang bukan tidak mungkin di luar aturan dan kalau ini terjadi akan menyimpan bom waktu yang akan meledak pada saatnya. Dalam hal ini pasti akan terjadi sikap cuci tangan yang lebih jahat dari Pilatus.

3.Kekhawatiran bermanfaatnya proyek ini sebagai sumber pendapatan daerah yang menguntungkan mengingat berkaca dari pengalaman Pacuan Kuda Tompaso yang sepi dari kegiatan.

4.Proyek ini bisa menjadi jebakan untuk menghancurkan karir politik dari JIR yang sedang bersinar karena keberhasilan menertibkan PKL yang tidak pernah berhasil dilaksanakan oleh semua Walikota sebelumnya, dan menjadi pesaing yang menakutkan bagi mereka yang akan terjun dalam Pilkada Gubernur Sulut 2010.

5.Dukungan politik yang diraih dari berbagai pihak untuk pembangunan proyek Pacuan Kuda tersebut harus benar-benar konsisten, konsekuen dilandasi sikap kejujuran dan keterbukaan jauh dari kemunafikan sehingga celah untuk terjadinya pengkhianatan sangat sempit. Untuk itu perlu dilakukan pengamanan berlapis.

Berkaca dari pengalaman proyek Bukit Kasih sebagaimana kami utarakan di atas, maka JIR harus mengantisipasi kerawanan-kerawanan tersebut di atas dengan langkah-langkah konkret, cerdas dan berkualitas. Jangan hanya terpaku pada manfaat dan keberadaan proyek Pacuan Kuda tersebut hanya pada saat menjabat Walikota, tetapi harus memperhitungkan secara cermat dan akurat segala dampaknya sesudah itu. Sedangkan proyek Bukit Kasih yang memakai label KASIH terjadi pengingkaran, pelacuran dan pengkhianatan(?), apalagi proyek Pacuan Kuda yang penuh kontroversi.

Jangan sampai proyek tersebut nanti jadi boomerang yang memprihatinkan bagi karir dan kehidupan tetapi sebaliknya menjadi kenangan manis karena memberi manfaat yang signifikan bagi rakyat secara berkelanjutan.

No comments:

Post a Comment