Monday, September 7, 2009

McCain, Angela Merkel, dan Isu PLTN

Pada pertengahan Juni 2008 di dua tempat, Houston dan Universitas Negara Bagian Missouri, Amerika Serikat, John McCain Senator Arizona, menyatakan, ia berniat untuk membuat kebijakan meningkatkan kapasitas nuklir domestik secara signifikan dengan membangun 45 reaktor nuklir di AS sampai dengan 2030.

Pernyataan McCain itu merupakan bagian dari kampanyenya sebagai kandidat presiden dari Partai Republik pada pemilu Presiden AS, November nanti. Sebagaimana diketahui, AS memiliki 104 Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang sedang beroperasi dan menyuplai kebutuhan listrik sekitar 20 persen dari kebutuhan nasional. Namun, sejak dekade 1970-an tidak ada lagi pembangunan PLTN di AS.

Menurut penulis, tiga alasan utama mengapa McCain menyampaikan pernyataan demikian.

Pertama, rasa kebangsaannya yang tinggi dengan menyatakan bahwa belahan Eropa dan negara-negara dunia ketiga dapat menempuh langkah menuju tujuan besar dalam kebijakan energinya dengan terus merencanakan dan membangun PLTN, tapi mengapa kita tidak? Bahkan ditegaskannya bahwa AS lebih dari sekadar setara untuk melakukan hal yang sama. McCain menyadari bahwa AS adalah pelopor pembangunan PLTN. Bagi AS dalam pembangunan PLTN tidak ada masalah karena dana melimpah dan tenaga ahli menguasai teknologi nuklir dan mampu mengembangkannya secara efektif, efisien, dan aman. Oleh karena itu, dia prihatin mengapa AS mau ketinggalan dari negara-negara lain.

Kedua, menyangkut pertumbuhan ekonomi. Kenaikan harga minyak yang gila-gilaan saat ini, mencapai US$ 150 per barel, telah merusak tatanan ekonomi dunia khususnya negara-negara pengimpor minyak. Dengan membangun PLTN stabilitas harga listrik dapat terjaga dalam jangka panjang dan itu berarti dapat memacu pertumbuhan ekonomi. Terkait situasi ini Mc. Cain menegaskan bahwa tujuan kebijakannya memilih energi nuklir adalah di samping untuk mengurangi emisi karbon (aspek lingkungan) juga untuk memacu pertumbuhan ekonomi.

Ketiga, menyangkut lingkungan hidup. Sebagaimana diketahui umum bahwa energi konvensional (McCain menyebutnya energi tradisional) melepaskan emisi karbon dan zat-zat lain yang me- rusak lingkungan, yang berdampak pada pemanasan global. Dalam kaitan ini McCain menegaskan bahwa energi nuklir merupakan salah satu tujuan kebijakannya karena mengurangi emisi karbon. Energi nuklir adalah salah satu cara terbaik untuk mendapatkan suplai energi yang aman, bersih, berlimpah, dan stabil.


Kesalahan

Pada saat yang hampir bersamaan, pertengahan Juni 2008, dari benua Eropa terdengar suara yang sama. Kanselir Jerman Angela Merkel dalam pidatonya di konferensi ekonomi Partai Kristen Demokrat mengatakan, kebijaksanaan pemerintah untuk menutup PLTN merupakan kesalahan dan harus direvisi. Menutup PLTN merupakan kesalahan karena itu sumber energi paling aman di dunia.

Pernyataan Angela Merkel itu sebagai reaksi dan koreksi atas kebijakan pemerintah koalisi se- belumnya dari Partai Sosial Demokrat dan Partai Hijau yang dipimpin oleh Gerhard Schroeder, yang mengambil keputusan untuk menutup seluruh PLTN di Jerman pada 2021, walaupun pemerintahan Jerman sekarang (pemerintahan koalisi antara Partai Demokrat Kristen dan Partai Sosial Demokrat yang dipimpin Kanselir Angela Merkel) pada 2005 telah menyetujui untuk meneruskan kebijakan pemerintahan sebelumnya.

Namun, dalam perkembangannya, masing-masing partai terus mencari kebijakan sendiri soal energi. Hal ini terlihat dalam pernyataan lain dari Angela Merkel, yang menyatakan bahwa Jerman harus membuat kebijakan energi yang bagus. Apa yang kita lakukan saat ini mengurung usaha keberagaman produksi energi, dibanding mengambil sebuah langkah untuk mengembangkannya. "Saya merasa ini arah yang salah. Bukan sikap terbaik bagi Jerman, sebagai kekuatan ekonomi terbesar, Eropa jika kita harus membeli energi nuklir dari Prancis dan Finlandia hanya karena kita menutup PLTN kita sendiri," kata Angela Merkel mengakhiri pernyataannya. Pernyataan Kanselir ini tentu tidak terlepas dari persiapan Pemilu Jerman pada September tahun depan.

Dari pernyataan kedua tokoh itu, yang berasal dari dua benua yang menguasai dunia dalam banyak hal, jelas terlihat bahwa PLTN telah menjadi isu kampanye dari Mc Cain sebagai kandidat presiden AS mewakili Partai Republik, November nanti dan Angela Merkel yang kemungkinan juga akan menjadi kandidat Kanselir mewakili Partai Kristen Demokrat dalam pemilu Jerman, September tahun depan.

Kedua tokoh ini sadar bahwa isu PLTN bukan tanpa risiko, termasuk risiko kalah. Karena itu, untuk kedua tokoh ini perlu diacungi jempol karena walaupun isu PLTN sangat sensitif, namun mereka begitu berani memanfaatkan PLTN sebagai isu kampanye.
Harus diakui bahwa opsi yang paling andal, rasional, dan realistis untuk mengatasi krisis energi dunia saat ini dan ke depan adalah dengan membangun PLTN, karena dari segi ekonomi efisien dan kompetitif. Teknologi yang dipakai sangat maju dengan tingkat keamanan dan keselamatan yang tinggi, serta ramah lingkungan.

Untuk menghindari risiko kalah, pasti kedua tokoh itu telah mempersiapkan kiat-kait khusus dan unggul serta melakukan kajian yang cerdas dan matang untuk menjadikan isu PLTN sebagai bagian materi dari kampanyenya. Penulis yakin kedua tokoh ini akan mendapat dukungan luas asal isu PLTN diracik secara cerdas, meyakinkan, dan akurat, mengingat masyarakat di kedua negara itu sangat terdidik dan rasional, ditambah dunia industri/usaha sangat terpukul dengan kenaikan harga minyak yang di luar per- hitungan akal sehat. PLTN bisa menjadi penyelamat bagi mereka.

Yang patut diperhitungkan adalah beberapa pentolan lingkungan hidup sebagai bagian dari pendiri Green Peace, seperti Dr Patrick Moore, Prof Dr James Lovelock, dan Bruno Comby, yang semula sangat gencar berkampanye menolak PLTN, akhirnya berbalik 180 derajat mendukung pembangunan PLTN. Perubahan sikap mereka itu bukan karena "dagang sapi", tapi karena pertimbangan rasional, jujur, dan realistis melihat kenyataan di lapangan.


Pilpres 2009

Berkaca dari kedua tokoh tersebut, bagaimana dengan calon presiden atau capres
Indonesia dalam Pilpres tahun depan? Adakah capres yang berani menggunakan PLTN sebagai isu kampanye untuk meraih dukungan rakyat? Harus diakui bahwa masyarakat Indonesia termasuk kalangan intelektual dan elite politik masih pro dan kontra terhadap kehadiran PLTN. Pro dan kontra itu biasa dalam dunia demokrasi. Namun, sangat disesalkan apabila ada segelintir intelektual dan elite politik yang hati nuraninya sebenarnya mendukung PLTN karena pertimbangan rasional, objektif dan realistis., tetapi kemudian menolak hanya karena kepentingan sesaat dan kelompok yang sempit muaranya merugikan kepentingan rakyat.

Lebih memprihatinkan apabila ada di antara kelompok ini menjadi juru bicara pihak asing untuk menolak kehadiran PLTN di Indonesia karena kepentingan politik, ekonomi, dan kepentingan terselubung lainnya dari pihak asing, yang muaranya merugikan kepentingan nasional. Bukan tidak mungkin mafia minyak, yang sedang ramai diberitakan pers saat ini dan akan diusut oleh DPR melalui hak angket, termasuk dalam kelompok ini.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono secara meyakinkan telah merintis kehadiran PLTN di Indonesia melalui Penetapan Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2005-2025, diikuti Peraturan Presiden No 5 Tahun 2006 tentang Ke-bijaksanaan Energi Nasional.

Penulis adalah anggota HIMNI (Himpunan Masyarakat Nuklir Indonesia) dan mantan Anggota DPR (1987-1999).

No comments:

Post a Comment